Opini: Menghadang Situasi Sulit 2009
Menghadang Situasi Sulit 2009
Selasa, 9 Desember 2008 | 00:09 WIB

Oleh Orin Basuki

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 mulai tertekan sejak akhir pembahasannya pada November 2007. Semua itu bermula saat harga minyak mentah dunia melonjak dari kisaran 60 dollar AS per barrel menjadi di sekitar 90 dollar AS per barrel.

Situasi ekonomi dunia kemudian memburuk setelah sejumlah lembaga keuangan AS kolaps dihantam kredit macet. Puncaknya adalah ambruknya Lehman Brothers akibat macetnya kredit perumahan (subprime mortgage). Inilah awal krisis ekonomi dunia yang kemudian secara cepat menjalar ke seluruh dunia.

Jika ditelusuri ke belakang, awal tahun 2008 sudah diwarnai tekanan tak terduga dari kenaikan harga minyak mentah yang kemudian mendorong lonjakan harga komoditas makanan. Harga minyak goreng melesat, juga kedelai, tepung terigu, dan beras yang otomatis menekan kemampuan rakyat miskin dalam memenuhi kebutuhan primernya.

Akibatnya, pemerintah mengajukan perubahan APBN 2008 lebih cepat daripada biasanya. Normalnya, perubahan APBN baru dilakukan pada Juli 2008.

Meski subsidi BBM dinaikkan dari Rp 45,8 triliun menjadi Rp 126,82 triliun, ini tidak menghalangi pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 27,9 persen pada akhir Mei 2008.

Kini, secara kontras, harga minyak mentah dan bahan makanan berubah drastis. Inilah awal dari bentuk krisis baru yang diperkirakan akan melanda dunia pada tahun 2009 dan belum ada yang tahu kapan akan berakhir.

Target pertumbuhan ekonomi dunia terus-menerus turun dari 4,4 persen pada awal Januari 2008 menjadi 3,8 persen pada April 2008 dan akhirnya di level 3 persen pada Oktober 2008.

Gambaran suram perekonomian ini yang berusaha diredam beberapa kebijakan pemerintah melalui APBN 2009. Setidaknya ada dana khusus yang dialokasikan untuk membantu sektor riil atau pengusaha yang benar- benar mempekerjakan buruh dalam jumlah besar agar tetap berbisnis dan berproduksi. Eksportir diharapkan tetap berdagang dan masyarakat tetap bisa membeli.

”Jumlah stimulus fiskal yang disiapkan sekitar Rp 12,5 triliun,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan Anggito Abimanyu.

Dua jurus pemerintah

Amunisi lain yang diharapkan bisa dipakai per 1 Januari 2009 adalah kebijakan khusus untuk mendorong pelaku usaha mengekspor. Untuk ini, pemerintah menawarkan dua jurus.

Pertama, menyediakan kredit atau pinjaman khusus untuk mendukung perdagangan berbasis ekspor. Kedua, memberikan diskon khusus pada pencairan surat kredit (L/C) yang diharapkan bisa menggairahkan perbankan nasional dalam membiayai ekspor di daerah.

Jumlah kebutuhan dana untuk program ini belum diketahui, tetapi pemerintah telah berbicara dengan berbagai kreditor asing untuk ikut membiayai program ini. Artinya, sebagian besar anggaran program ini berasal dari luar APBN 2009.

Meski demikian, pemerintah tidak mengendorkan dukungan terhadap sektor pertanian yang menjadi tulang punggung kekuatan domestik, yakni pasokan pangan. Untuk itu, subsidi nonenergi dinaikkan dari Rp 47,297 triliun pada 2008 menjadi Rp 63,133 triliun pada 2009.

Untuk subsidi pajak dialokasikan anggaran Rp 25,25 triliun. Lonjakan yang sangat signifikan dialokasikan pada subsidi pupuk, yakni dari Rp 7,81 triliun pada 2008 menjadi Rp 17,54 triliun pada 2009. Ini dilakukan karena harga bahan baku impor pembuatan pupuk terus meningkat.

Lonjakan pagu subsidi juga ditetapkan pada kredit program, yakni dari Rp 2,15 triliun pada 2008 menjadi Rp 4,68 triliun pada 2009. Lonjakan terjadi karena pemerintah menetapkan level suku bunga pinjaman yang dibebankan kepada penerima program pada kisaran 7 persen, jauh di bawah bunga pasar.

Untuk ikut menyokong pertumbuhan ekonomi, anggaran kementerian dan lembaga nondepartemen ditingkatkan dari Rp 290 triliun pada 2008 menjadi Rp 322,3 triliun pada 2009. Sekitar Rp 90 triliun di antaranya merupakan belanja modal yang diarahkan langsung untuk pembangunan infrastruktur.

Sementara kaum miskin akan ditopang dengan anggaran peningkatan dan perlindungan sosial serta pengentasan rakyat miskin. Caranya adalah dengan memperbaiki akses dan kualitas pendidikan yang menelan dana Rp 207,4 triliun.

Lalu ada Jaminan Kesehatan Masyarakat yang didanai Rp 7,2 triliun, memungkinkan masyarakat tak mampu bebas biaya saat berobat di puskesmas dan rumah sakit kelas III.

Rp 1.037,1 triliun

Secara total, dana yang akan digelontorkan melalui APBN 2009 mencapai Rp 1.037,1 triliun, melonjak dibandingkan anggaran belanja negara di APBN-P 2008, yakni Rp 989,49 triliun. Tahun depan adalah tahun pertama anggaran belanja negara menembus Rp 1.000 triliun.

Untuk menutupinya, pemerintah menargetkan penerimaan negara akan dihimpun sebesar Rp 985,7 triliun. Ini artinya masih ada kekurangan dana untuk menutup anggaran belanja negara senilai Rp 51,4 triliun atau setara 1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) sebagai defisit APBN 2009.

Mencari dana Rp 51,4 triliun pada 2009 akan sangat sulit karena sumber pembiayaan utamanya tertekan krisis, yakni pasar modal. Akibat krisis keuangan dunia, likuiditas internasional semakin ketat sehingga akan menyulitkan pemerintah menerbitkan surat utang negaranya.

Untuk itu, hal-hal yang dalam sepuluh tahun terakhir ini tabu pun akan dilakukan pemerintah agar defisit tertutup. Itu termasuk dengan menggenjot pinjaman luar negeri di luar pasar modal, yakni dari lembaga multilateral maupun bilateral.

Langkah ini belum cukup sehingga pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Perpu ini pada intinya memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan anggaran lain. Salah satu langkah yang mungkin dilakukan adalah membiarkan BI mencetak uang ekstra.

Semua peluang kejatuhan fiskal telah diantisipasi, terutama diatur dalam Pasal 23 UU APBN 2009. Pasal ini merinci kapan dan dalam bentuk apa krisis keuangan bisa terjadi.

Meski terlihat lengkap, langkah antisipatif pemerintah di APBN 2009 belum teruji. Sementara negara lain sudah mulai dengan skema stimulus baru untuk mendongkrak ekspansi pelaku usaha.

”Jika stimulus itu belum terbentuk dengan jelas, satu-satunya jalan untuk menolong perekonomian tahun depan adalah belanja negara yang dipercepat,” ujar Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bambang Soesatyo.

Namun, pengamat ekonomi Faisal Basri meminta pemerintah tidak lagi menggantungkan diri pada pembangunan infrastruktur, baik jalan tol maupun pembuatan pembangkit listrik 10.000 megawatt, dalam menarik investasi baru pada 2008. ”Tahun 2009 ada dalam kondisi yang tak biasa sehingga dibutuhkan langkah-langkah solusi yang luar biasa,” pesannya. (sumber: cetak.kompas.com)

Berita 09 Dec 2008
Rumah Masa Depan Umat Islam & Semua Golongan........Rumah Masa Depan Umat Islam & Semua Golongan........Rumah Masa Depan Umat Islam & Semua Golongan........Rumah Masa Depan Umat Islam & Semua Golongan........Rumah Masa Depan Umat Islam & Semua Golongan

Home   |   Tentang PBR   |   Agenda   |   Kegiatan   |   Publikasi   |   Kontak Kami

Copyright  2008 www.PBR.or.id. WSM All rights reserved.